Rabu, 06 Januari 2010

METALURGI

Abstrak

Baja merupakan salah satu jenis logam yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan komponen mesin. Baja AISI 4140 adalah salah satu jenis baja yang digunakan untuk roller cyclo speed reducer sebagai komponen cyclo speed reducer untuk keperluan industri serta mempunyai kelemahan sifat mekanis yang diperlukan pada roller cyclo speed reducer. Hardening dan tempering adalah salah suatu proses yang digunakan untuk mengubah sifat mekanik baja. Pada proses hardening, baja dipanaskan sampai temperatur austenisasi kemudian didinginkan cepat dengan media air. Proses ini menghasilkan baja yang sangat keras dan getas. Baja kemudian dipanaskan kembali dengan menggunakan temperatur tertentu dan ditahan selama waktu tertentu. Dengan memanaskan kembali baja maka akan didapatkan baja yang kekerasan dan kekuatan tariknya lebih rendah tetapi keuletannya lebih baik. Semakin tinggi temperatur tempering yang digunakan maka kekerasan dan kekuatan tariknya akan menjadi semakin rendah tetapi keuletannya menjadi lebih tinggi. Proses perlakuan panas dengan optimasi proses Tempering dari bahan roller cyclo speed reducer AISI 4140 terbukti dapat digunakan sebagai solusi dalam mengatasi masalah sifat mekanik yang dihadapi dari roller cyclo speed reducer AISI 4140.

Kata kunci: tempering, sifat mekanis, roller cyclo speed reducer

1. Pendahuluan

Baja merupakan salah satu jenis logam yang banyak digunakan oleh manusia untuk berbagai keperluan. Salah satu kegunaannya adalah digunakan pada roller cyclo speed reducer. Adakalanya baja yang akan diproses tidak mempunyai kekerasan yang cukup. Oleh karena itu perlu dilakukan proses hardening. Dengan melakukan hardening maka akan didapatkan sifat kekerasan yang lebih tinggi. Semakin tinggi angka kekerasan maka sifat keuletan akan menjadi rendah dan baja akan menjadi getas. Baja yang demikian tidak cukup baik untuk berbagai pemakaian. Oleh karena itu biasanya atau hampir selalu setelah dilakukan proses pengerasan kemudian segera diikuti dengan tempering.

Gambar 1. TTT Diagram Baja Hypoeutectoid

(Sumber: Pollack, 1988)

Tempering adalah proses dimana baja yang sudah dikeraskan dipanaskan kembali pada temperatur tertentu dan ditahan selama waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi tegangan sisa dan mengembalikan sebagian keuletan dan ketangguhannya. Kembalinya sebagian keuletan atau ketangguhan ini didapat dengan mengorbankan sebagian kekuatan dan kekerasan yang telah dicapai pada proses pengerasan.

Temperatur temper pada tempering mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam memperoleh kembali keuletan dari baja. Oleh karena itu kita perlu mengetahui dan memahami berapa tinggi temperatur pada tempering yang harus dilakukan untuk mendapatkan baja dengan karakteristik dan sifat mekanis tertentu. Proses tempering juga merubah struktur mikro dari baja. Dengan berubahnya struktur mikro maka sifat mekanis pada baja juga akan mengalami perubahan.

Gambar 2. Cyclo Speed Reducer.

Gambar 3. Roller Cyclo Speed Reducer.

Dari gambar 3 diatas, terlihat bahwa roller cyclo speed reducer AISI 4140 tersebut terjadi pengikisan atau aus yang disebabkan karena baja yang digunakan tidak mempunyai kekerasan yang cukup. Oleh karena itu, baja AISI 4140 tersebut perlu dilakukan proses lagi yaitu proses hardening. Dengan melakukan hardening maka akan didapatkan sifat kekerasan yang lebih tinggi. Semakin tinggi angka kekerasan maka sifat keuletan akan menjadi rendah dan baja akan menjadi getas. Baja yang demikian tidak cukup baik untuk berbagai pemakaian. Oleh karena itu dilakukan proses pengerasan kemudian segera diikuti dengan tempering sehingga sifat getas dari baja AISI 4140 tersebut dapat dihilangkan menjadi baja AISI 4140 yang bersifat ulet.

2. Metodologi Penelitian dan Bahan

Material yang digunakan pada penelitian ini adalah baja AISI 4140. AISI 4140 terdiri dari : 0,39 % C; 0,69 % Mn, 0,95 % Cr; 0,20 % Mo; 0,19 % Si. Material yang digunakan berbentuk batang silindrik dengan diameter 14 mm.

Proses hardening dilakukan pada spesimen uji dengan tujuan untuk menaikkan kekerasan logam. Pada proses hardening ini spesimen mengalami dua kali proses yaitu proses pemanasan dan setelah itu dilakukan proses quenching dengan menggunakan media air. Pada Proses ini spesimen dipanaskan sampai suhu 850° C dan ditahan selama 30 menit. Tempering adalah pemanasan kembali spesimen uji yang sudah diproses hardening. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kekerasan dan menaikkan keuletan spesimen. Pada proses ini spesimen dipanaskan dengan variasi temperatur, yaitu : 200° C, 400° C dan 600° C, kemudian ditahan selama 60 menit. Dalam melakukan penelitian akan digunakan metodologi sebagai berikut :

Gambar 4. Metodologi Penelitian

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pengujian kekerasan untuk masing-masing kondisi menggunakan tiga buah spesimen (A,B,C). Setiap spesimen diuji kekerasan pada empat titik indentasi yaitu titik indentasi 1 dipusat lingkaran spesimen, titik indentasi 2 di 2 mm dari pusat lingkaran spesimen, titik indentasi 3 di 4 mm dari pusat lingkaran spesimen dan titik indentasi 4 di 6 mm dari pusat lingkaran spesimen.

Gambar 5. Titik-titik indentasi pada pengujian kekerasan

Tabel 1. Data Hasil Pengujian Kekerasan Rockwell Baja AISI 4140

Gambar 6. Grafik Nilai Kekerasan Rata-rata Baja AISI 4140 Pada Semua Kondisi

Pengujian tarik dilakukan untuk semua kondisi spesimen uji. baik spesimen induk, spesimen yang sudah dihardening serta spesimen hasil tempering dengan tiga variasi temperatur. Hasil dari pengujian tarik ini adalah diketahuinya kekuatan tarik ( Ultimate Tensile Strength – UTS ) dan keuletan (elongation). Data dari hasil pengujian tarik dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Data Hasil Pengujian Tarik Baja AISI 4140

Gambar diagram P-ΔL hasil uji tarik baja AISI 4140 untuk spesimen induk, spesimen hasil proses hardening, spesimen hasil proses tempering dengan temperatur 200°C, 400°C serta 600°C dapat dilihat pada gambar 7 sampai dengan gambar 11.

Gambar 7. Diagram P - DL baja AISI 4140 logam induk.

Gambar 8. Diagram P-DL baja AISI 4140 proses hardening

Gambar 9. Diagram P-DL baja AISI 4140, tempering 200°C

Gambar 10. Diagram P-DL baja AISI 4140, tempering 400°C

Gambar 11. Diagram P-DL baja AISI 4140, tempering 600°C.

Data Hasil Pengujian Metalografi Baja AISI 4140

Hasil foto struktur mikro baja AISI 4140 untuk masing-masing spesimen yaitu spesimen induk, spesimen hasil proses hardening, serta spesimen hasil proses tempering dengan temperatur 200°C, temperatur 400°C dan temperatur 600°C. Setiap kondisi difoto dengan menggunakan pembesaran 1000X dapat dilihat pada gambar 12 sampai dengan 16.

Gambar 12. Foto struktur mikro baja AISI 4140 spesimen induk pembesaran 1000X

Gambar 13. Foto struktur mikro baja AISI 4140 proses hardening pembesaran 1000X

Gambar 14. Foto struktur mikro baja AISI 4140 proses tempering dengan temperatur 200°C pembesaran 1000X

Gambar 15. Foto struktur mikro baja AISI 4140 proses tempering dengan temperatur 400°C pembesaran 1000X

Gambar 16. Foto mikro baja AISI 4140 proses tempering dengan temperatur 600°C pembesaran 1000X

4. Analisa Data

Logam Induk

Baja AISI 4140 merupakan baja paduan nikel dan chrom. Penambahan unsur paduan ini menyebabkan baja mempunyai angka kekerasan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan baja karbon AISI 4140. Pada baja induk angka kekerasan rata-ratanya sebesar 28,99 HRC. Baja AISI 4140 untuk logam induk diketahui besarnya kekuatan tarik adalah 54,56 kgf/mm2 dan prosentase pertambahan panjang sebesar 18,75% pada gauge length 60.

Pada baja AISI 4140 spesimen induk terlihat bahwa struktur mikro awal terdiri dari ferrit yang berwarna terang dan perlit yang berwarna gelap, dapat dilihat pada gambar 12.

Hasil Proses Hardening

Setelah dilakukan proses hardening angka kekerasan baja AISI 4140 meningkat menjadi 56,02 HRC. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan angka kekerasan yang cukup besar yaitu sekitar 93,24 %. Proses hardening menyebabkan kekuatan tariknya meningkat menjadi 88,98 kgf/mm2 atau naik sebesar 63,09%. Sedangkan prosentase pertambahan panjang menjadi 1,33% pada gauge length 60 atau terjadi penurunan sebesar 92,9%. Angka kekerasan pada baja AISI 4140 lebih tinggi dan keuletannya lebih rendah jika dibandingkan dengan baja AISI 4140.

Setelah baja AISI 4140 diproses hardening maka struktur mikronya menjadi berubah. Struktur mikro yang awalnya terdiri dari ferrit dan perlit, seperti yang tampak pada gambar 9 dan 10 berubah menjadi martensit. Perubahan struktur ini disebabkan karena proses pemanasan dengan temperatur yang cukup tinggi kemudian didinginkan dengan laju pendinginan yang cepat. Foto struktur mikro ditunjukkan pada gambar 13.

Proses Tempering Dengan Temperatur 200°C

Proses tempering dengan temperatur 200°C dan waktu penahanan 60 menit, menghasilkan angka kekerasan sebesar 51,46 HRC. Hal ini apabila dibandingkan dengan kondisi awal logam maka terjadi kenaikan angka kekerasan sebesar 77,51 %. Sedangkan apabila dibandingkan dengan angka kekerasan hasil proses hardening maka terjadi penurunan sebesar 8,14 %. Penurunan ini tidak terlalu besar karena temperatur tempering yang digunakan tidak terlalu tinggi.

Untuk proses tempering dengan menggunakan temperatur 200°C, menghasilkan kekuatan tarik sebesar 62,24 kgf/mm2 serta menghasilkan prosentase pertambahan panjang sebesar 7,19 % pada gauge length 60. Hal ini apabila dibandingkan dengan kondisi logam induk maka terjadi peningkatan kekuatan tarik sebesar 14,07% dan penurunan prosentase pertambahan panjang sebesar 61,65%. Apabila dibandingkan dengan spesimen hasil proses hardening maka terjadi penurunan kekuatan tarik sebesar 30,05% dan peningkatan keuletan sebesar 440,60%.

Proses tempering dengan temperatur 200°C yang dilakukan pada baja AISI 4140 dapat merubah struktur mikro yang sebelumnya adalah martensit berubah menjadi black martensit yang berwarna gelap seperti yang terlihat pada gambar 14. Martensit masih terlihat tetapi mulai berkurang tetragonalnya dan mulai terbentuk presipitat karbida besi yang sangat halus.

Proses Tempering Dengan Temperatur 400°C

Proses tempering dengan temperatur 400°C menunjukkan angka kekerasan sebesar 48,47 HRC. Hal ini apabila dibandingkan dengan kekerasan logam induk maka terjadi peningkatan angka kekerasan sebesar 67,19 %. Kenaikan angka kekerasannya masih cukup tinggi. Apabila dibandingkan dengan angka kekerasan pada proses hardening maka terjadi penurunan angka kekerasan sebesar 13,48 % dan apabila dibandingkan dengan angka kekerasan pada proses tempering dengan temperatur 200° C maka terjadi penurunan angka kekerasan sebesar 5,81 %. Penurunan angka kekerasan ini terlihat tidak terlalu besar.

Proses tempering dengan temperatur 400°C menghasilkan kekuatan tarik sebesar 58,73 kgf/mm2 dan prosentase pertambahan panjang yang didapatkan adalah sebesar 13,63% pada gauge length 60. Kondisi ini apabila dibandingkan dengan logam induk maka terjadi kenaikan kekuatan tarik sebesar 7,64% dan prosentase pertambahan panjang mengalami penurunan sebesar 27,31%. Apabila dibandingkan dengan kondisi spesimen hasil proses hardening maka terjadi penurunan kekuatan tarik sebesar 33,99% dan peningkatan keuletan sebesar 924,81%. Sedangkan apabila dibandingkan dengan spesimen hasil proses tempering dengan temperatur 200°C maka terjadi penurunan kekuatan tarik sebesar 5,64% dan terjadi peningkatan keuletan sebesar 89,57%.

Tempering dengan temperatur 400°C menyebabkan epsilon carbide bertransformasi menjadi sementit, low-carbon martensit menjadi ferrit, sedangkan austenit sisa menjadi bainit bawah. Sementit yang terbentuk pada proses ini terlihat masih sangat halus. Foto struktur mikro ditunjukkan pada gambar 15.

Proses Tempering Dengan Temperatur 600°C

Angka kekerasan pada spesimen yang mengalami proses tempering dengan temperatur 600° C adalah sebesar 41,65 HRC. Angka kekerasan ini apabila dibandingkan dengan angka kekerasan logam induk, terjadi kenaikan sebesar 43,67%. Kenaikan angka kekerasan ini masih cukup besar. Apabila dibandingkan dengan angka kekerasan pada proses hardening maka terjadi penurunan sebesar 34,5 %. Penurunan ini paling besar apabila dibandingkan dengan proses tempering yang lain. Hal ini dikarenakan temperatur tempering yang digunakan adalah yang paling tinggi. Angka kekerasan pada proses ini apabila dibandingkan dengan angka kekerasan pada proses tempering dengan temperatur 200°C maka terjadi penurunan sebesar 23,55 %. Sedangkan apabila dibandingkan dengan angka kekerasan pada proses tempering dengan temperatur 400° C maka terjadi penurunan angka kekerasan sebesar 16,37 %. Angka kekerasan yang dimiliki baja paduan jenis ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kekerasan baja karbon.

Tempering dengan menggunakan temperatur 600°C menghasilkan kekuatan tarik sebesar 56,81 kgf/mm2 dan prosentase pertambahan panjang sebesar 15,28% pada gauge length 60. Hal ini apabila dibandingkan dengan kondisi awal logam induk maka kekuatan tarik terjadi kenaikan sebesar 4,12 % dan prosentase pertambahan panjang mengalami penurunan sebesar 18,5%. Jika dibandingkan dengan spesimen yang mengalami proses hardening maka kekuatan tarik mengalami penurunan sebesar 36,15% dan keuletan mengalami peningkatan sebesar 1048,87%. Sedangkan apabila dibandingkan dengan spesimen hasil tempering dengan temperatur 200°C maka kekuatan tarik mengalami penurunan sebesar 8,72% dan keuletan mengalami peningkatan sebesar 112,52%. Apabila dibandingkan dengan spesimen hasil proses tempering dengan temperatur 400°C maka kekuatan tarik mengalami penurunan sebesar 3,27% dan keuletan mengalami peningkatan sebesar 12,11%. Kekuatan tarik baja AISI 4140 lebih tinggi jika dibandingkan dengan AISI 4140, tetapi keuletan AISI 4140 lebih rendah jika dibandingkan AISI 4140.

Proses tempering dengan temperatur yang paling tinggi yaitu 600°C akan menyebabkan partikel sementit tumbuh menjadi lebih besar dan ferrit mulai tampak lebih cerah. Struktur yang demikian juga sering disebut dengan sorbite. Foto struktur mikro dapat dilihat pada gambar 16.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diilakukan, proses tempering dapat mengubah struktur mikro baja AISI 4140, dengan berubahnya struktur mikro maka sifat mekanisnya juga akan mengalami perubahan. Proses tempering dapat menaikkan angka kekerasan AISI 4140. Setelah akhir proses penelitian kenaikan angka kekerasan baja AISI 4140 mengalami kenaikan angka kekerasan 43,67% dari logam induk. Proses tempering dapat menaikkan kekuatan tarik baja AISI 4140. Pada akhir proses penelitian kenaikan kekuatan tarik AISI 4140 sebesar 4,12% dari logam induk. Proses tempering dapat menurunkan keuletan baja AISI 4140. Pada akhir proses penelitian penurunan keuletan baja AISI 4140 sebesar 18,5% dari logam induk.

Proses perlakuan panas dengan optimasi proses Tempering dari bahan roller cyclo speed reducer AISI 4140 terbukti dapat digunakan sebagai solusi dalam mengatasi masalah sifat mekanik yang dihadapi dari roller cyclo speed reducer AISI 4140.

6. Daftar Pustaka

1. Callister, W.D, 1997, “Materials Science and Engineering An Introduction”, 4th, Canada, John Wiley & Sons, Inc.

2. Cahyono, A.D, 2005, ”Analisa Pengaruh Temperatur Pada Proses Tempering Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Baja AISI 1045 dan AISI 4140”, Tugas Akhir Teknik Mesin, Universitas Kristen Petra.

3. Kartikasari, R, “Studi Pengaruh Proses Flame Hardening Terhadap Sifat Mekanik dan Ketahanan Korosi Baja S45C dalam media Asam Klorida”, Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi Di Bidang Material dan Proses ke 2 Perkembangan Riset dan Teknologi Di Bidang Industri Ke 12, Gadjah Mada University, Indonesia, 27 Juni 2006, Universitas Gadjah Mada, Indonesia.

4. Keyser, C.A, 1986. “Materials Science in Engineering”, 4th, Ohio, Charles E. Merril Publishing Co.

5. Masrukan, 2006, “Pengaruh Temperatur dan Waktu Pemanasan Bahan Baku Kelongsong AlMgSil Terhadap Kekerasan dan Struktur Mikronya”, Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi Di Bidang Material dan Proses ke 2 Perkembangan Riset dan Teknologi Di Bidang Industri Ke 12, Gadjah Mada University, Indonesia, 27 Juni 2006, Universitas Gadjah Mada, Indonesia.

6. Pollack, H.W, 1988 “Materials Science and Metallurgy”, 4th, New Jersey, Prentice Hall.

7. Smith, W.F,1990, “Principles of Materials Science and Engineering”, 2nd, Singapore, McGraw-Hill.

8. Shackelford., J.F, 1992, “Introduction to Materials Science for Engineers”, 3rd, USA, Macmillan Publishing Company.

9. Van Vlack, L.H, 1982, “Material For Engineering”, USA, Addison-Wesley Publishing Company, Inc.

1 komentar:

  1. artikel yang menarik, terima kasih atas info dan ilmunya

    Himpunan Mahasiswa Teknik Material FTI - ITS


    http://silver-parade.blogspot.com/
    http://jurnalistikhmmt.blogspot.com/2010/01/g-30-s-pkm.html

    BalasHapus